Apakah agama islam itu?
Agamaku adalah islam, yaitu yang dituntunkan oleh Al-Quran dan Hadis Nabi mengenai peribadahan kepada Allah dan ketaatan terhadap-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19) Jibril bertanya: “Wahai Muhammad, terangkan kepadaku tentang Islam!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Islam itu hendaklah engkau bersaksi bahwa tiada sembahan yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah, dan bahwasannya Muhammad adalah utusan Allah. Mendirikan sholat. Menunaikan zakat. Berpuasa pada bulan ramadhan. Dan mengerjakan haji ke Baitullah jika engkau mampu menjalaninya.” (Shahih Muslim I/135)
Empat Pilar Sukses
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Di dalam sebuah karyanya yang sudah populer Tsalatsatul Ushul/Tiga Landasan Utama, Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah memberikan mukadimah yang sangat penting bagi kita dalam beragama.
Beliau menjelaskan bahwa ada empat hal penting yang harus kita pelajari; yaitu ilmu, amal, dakwah, dan sabar. Beliau pun menyebutkan dalil atau dasarnya, yaitu firman Allah dalam surat al-‘Ashr yang sudah kita ketahui bersama.
Allah berfirman (yang artinya), “Demi waktu. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran.” (QS. al-‘Ashr : 1-3)
Di dalam risalah itu, beliau juga menerangkan kepada kita bahwa ilmu yang pokok untuk kita pelajari ada tiga; mengenal Allah, mengenal nabi-Nya, dan mengenal agama Islam dengan landasan dalil.
Apabila kita cermati bersama, di dalam surat tersebut Allah menyebutkan bahwa ciri utama orang yang dikecualikan dari kerugian adalah orang-orang yang beriman. Kemudian, apabila kita lihat kesimpulan yang diberikan oleh Syaikh at-Tamimi bahwa yang pertama kali harus kita pelajari adalah ilmu. Kedua hal ini sama sekali tidak mengandung pertentangan, bahkan keduanya saling berkaitan erat.
Oleh sebab itu, setelah membawakan materi ini -di dalam risalahnya tersebut- Syaikh juga menyebutkan perkataan Imam Bukhari rahimahullah, Bab Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan. Dan sebagaimana sudah kita ketahui bahwasanya iman -dalam akidah Ahlus Sunnah- merupakan perpaduan antara ucapan dan perbuatan. Ucapan lisan dan ucapan hati. Perbuatan hati dan perbuatan anggota badan. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang atau cacat akibat kemaksiatan.
Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa membangun keimanan yang benar tidak bisa dilepaskan dari landasan ilmu yang benar pula. Tanpa ilmu yang benar maka keimanan akan menyimpang dan jauh dari petunjuk Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (QS. Thaha : 123)
Oleh sebab itu pula, kita bisa melihat bahwa Imam Bukhari rahimahullah dalam menyusun kitab yang ada di dalam Sahih-nya, maka beliau awali dengan Kitab Bad’ul Wahyi/permulaan turunnya wahyu, kemudian Kitab al-Iman, dan setelah itu Kitab al-‘Ilmi. Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa iman harus dilandasi dengan ilmu, yaitu ilmu yang berasal dari wahyu; baik al-Kitab maupun as-Sunnah.
Intinya, ilmu adalah landasan bagi iman. Oleh sebab itu pula, salah satu syarat dari syahadat laa ilaha illallah ialah harus mengetahui maknanya. Dengan ilmu itu pula niat seorang dalam beramal akan menjadi lurus, dan dengan lurusnya niat akan menjadi jalan menuju kelurusan dalam beramal.
Namun, ilmu saja tidak cukup jika tidak disertai dengan amal. Oleh sebab itu pilar kedua yang harus kita miliki untuk sukses adalah beramal salih. Ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah. Amal inilah yang menjadi salah satu sebab masuknya hamba ke surga, setelah rahmat dan keutamaan dari Allah tentunya.
Amal yang salih adalah amal yang ikhlas karena Allah dan dikerjakan dengan mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kehilangan ikhlas akan menyebabkan orang termasuk kelompok pelaku kesyirikan. Kehilangan ittiba’ atau tidak mengikuti tuntunan Nabi akan menjadikan pelakunya termasuk dalam penganut kebid’ahan.
Pilar yang ketiga setelah ilmu dan amal ialah dakwah. Yang dimaksud dengan dakwah di sini adalah ajakan kepada agama Allah. Berdakwah kepada iman, tauhid, dan syari’at Islam. Memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Berdakwah kepada manusia dengan cara yang hikmah, nasihat yang baik dan kalau perlu diadakan diskusi dan perdebatan dengan metode yang terbaik. Untuk dakwah ini pun dibutuhkan ilmu. Tanpa ilmu, seorang akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki.
Pilar yang keempat yaitu sabar. Digambarkan oleh para ulama kita bahwa sabar dalam keimanan laksana kepala bagi anggota badan. Apabila kepalanya hilang maka tidak ada lagi nyawa di badan. Demikianlah sabar, apabila sabar itu lenyap maka lenyap pula keimanan. Karena sabar itu mencakup tiga bagian; sabar dalam ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar ketika tertimpa musibah.
Diantara bentuk kesabaran yang sangat penting dan ditekankan oleh para ulama ialah sabar dalam menimba ilmu, sabar dalam mengamalkan ilmu, dan sabar dalam berdakwah. Karena sudah menjadi sunnatullah bahwa para da’i akan mendapatkan gangguan dan rintangan di jalan Allah. Namun mereka harus tetap bersabar hingga datangnya pertolongan Allah. Karena sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang dengan tulus dan ikhlas berjuang menolong agama-Nya.
Demikian pula diantara bentuk kesabaran yang sangat kita butuhkan dan telah menjadi ujian besar bagi umat Islam di sepanjang perjalanan sejarah ialah bersabar dalam menghadapi penguasa yang zalim. Karena sabar dalam menghadapi mereka adalah salah satu pokok diantara pokok-pokok akidah Ahlus Sunnah, sebagaimana ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Kita telah melihat bersama dalam sejarah, bagaimana Imam Ahmad bin Hanbal seorang imam panutan dan pembela dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah harus dipenjara selama tiga periode pemerintahan, beliau disiksa, dicambuk dan mendapatkan tekanan sedemikian rupa supaya meninggalkan salah satu akidah Islam tentang al-Qur’an.
Meskipun demikian beliau tetap bersabar dan tidak mau memberontak kepada penguasa muslim yang sah. Karena terjaganya darah dan harta kaum muslimin serta keamanan negara terlalu berharga untuk dikorbankan. Dari sinilah kita bisa memetik pelajaran betapa pentingnya kesabaran di dalam memperjuangkan agama Allah, bukan hanya dorongan semangat dan perasaan tanpa ilmu dan kesabaran.
Ilmu, amal, dakwah, dan sabar. Inilah empat pilar sukses yang kita butuhkan di dalam mengarungi kehidupan yang penuh akan godaan dan rintangan. Semoga Allah berikan kepada kita taufik untuk meraih ilmu yang bermanfaat dan amal salih.
Siapakah Nabimu?
Nabiku adalah Muhammad bin Abdullah, bin Abdul Muthallib, bin Hassyim. Hassyim termasuk suku Quraisy, suku Quraisy termasuk bangsa Arab, sedang bangsa Arab adalah termasuk keturunan Nabi Isma’il, putra Nabi Ibrahim al-Khalil. Beliau dilahirkan di Makkah. Ibu beliau adalah Aminah binti Wahb as-Zuhriyyah. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala melimpakah kepada Nabi kita sebaik-baik shalawat dan salam. Beliau berumur 63 tahun, di antaranya 40 tahun sebelum beliau menjadi nabi dan 23 tahun sebagai nabi dan rasul.
Beliau diangkat sebagai nabi di saat turunnya firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabb-mulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Qs. Al-‘Alaq: 1-5)
Beliau diangkat sebagai rasul di saat turunnya firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Wahai orang yang berselimut! Bangunlah! Lalu sampaikanlah peringatan. Agungkanlah Rabb-mu. Sucikanlah pakaianmu. Tinggalkanlah berhala-berhala itu. Dan janganlah kamu memberi, sedang kamu menginginkan balasan yang lebih banyak. Serta bersabarlah untuk memenuhi perintah Tuhanmu.” (Qs. Al-Mudatstsir: 1-7)
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa beliau diutus Allah subhanahu wa ta’ala untuk menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid:
- Sampaikanlah peringatan ialah menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid.
- Agungkanlah Rabb-mu ialah agungkanlah Allah dengan berserah diri dan beribadah kepada-Nya semata-mata.
- Sucikanlah pakaianmu maksudnya sucikanlah segala amalmu dari perbuatan syirik
- Tinggalkanlah berhala-berhala itu artinya jauhkan dan bebaskan dirimu darinya serta orang-orang yang memujanya.
Beliau pun melaksanakan perintah ini dengan tekun dan gigih selama 10 tahun, mengajak kepada tuhid.
Setelah 10 tahun itu beliau di mi’rajkan (diangkat naik) ke atas langit dan disyari’atkan kepada beliau sholat 5 waktu.
Beliau melaksanakan syariat sholat di Makkah selama 3 tahun. Kemudian, sesudah itu, beliau diperintahakan untuk berhijrah ke Madinah.
Setelah Nabi Muhammad menetap di Madinah, disyariatkan kepada beliau zakat, puasa, haji, adzan, jihad, amar ma’ruf dan nabi mungkar, serta syariat-syariat Islam lainnya.
Beliau berdakwah dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun. Sesudah itu beliau wafat sedang agamanya tetap lestari.
Sempurnalah agama yang beliau bawa, semua kebaikan telah beliau tunjukkan ialah tauhid serta segala yang dicintai dan dirihai Allah subhanahu wa ta’ala, sedang keburukan yang beliau peringatkan supaya dijauhi ialah syirik serta segala yang dibenci dan tidak disenangi Allah subhanahu wa ta’ala (Lihat kitab Ushuluts Tsalatsah)
Sumber:
Ambillah Aqidahmu dari Al-Qur’an dan Sunnah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Al-Husna, 2009
Ambillah Aqidahmu dari Al-Qur’an dan Sunnah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Al-Husna, 2009
Apakah Perbedaan Antara Aqidah dan Manhaj?
Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah
Suatu saat, Syaikh ditanya:
Apakah disana ada perbedaan antara akidah dengan manhaj?
Beliau menjawab:
Manhaj lebih luas daripada aqidah. Manhaj itu mencakup dalam hal aqidah, perilaku/suluk, akhlak, mu’amalah, bahkan ia meliputi segala sisi kehidupan seorang muslim. Setiap garis ketentuan yang harus dipatuhi oleh seorang muslim maka itu disebut dengan manhaj.
Adapun aqidah, maka yang dimaksud dengannya adalah pokok keimanan, makna kedua kalimat syahadat serta konsekuensi dari keduanya. Inilah yang dimaksud dengan aqidah.
Sumber: al-Ajwibah al-Mufidah ‘ala As’ilah al-Manahij al-Jadidah, hal. 123
Diterjemahkan oleh ustadz Ari Wahyudi (pengajar Ma’had Al-Mubarok, Yogyakarta)
Apakah iman itu?
Iman adalah keyakinan dengan hati, ucapan dengan lisan, dan amalan dengan anggota tubuh.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’, katakanlah, Kalian belum beriman, tapi katakanlah ‘Kami telah tunduk.’ Karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian…” (Qs. Al-Hujurat: 14)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Iman itu hendaklah: Engkau beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada kita-kitab-Nya, kepada Rasul-Rasul-Nya, kepada hari Kiamat, dan hendaklah engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” (Shahih Muslim I/135)
Hasan Al-Bashri berkata: “Iman itu bukanlah dengan berangan-angan dan berhias akan tetapi dia adalah sesuatu yang kokoh dalam hati dan dibuktikan oleh amalan.”
Sumber:
Ambillah Aqidahmu dari Al-Qur’an dan Sunnah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Al-Husna, 2009
Ambillah Aqidahmu dari Al-Qur’an dan Sunnah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Al-Husna, 2009
Siapakah Tuhanmu?
Tuhanku adalah Allah subhanahu wa ta’ala yang memelihara diriku dan memelihara semesta alam ini dengan segala nikmat yang dikaruniakan-Nya. Dan Dialah yang aku ibadahi, tiada sembahan yang hak selain Allah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Segala puji hanya milik Allah, Tuhan Pemelihara semesta alam.” (Qs. Al-Fatihah: 2)
Semua yang ada selain Allah subhanahu wa ta’ala disebut alam, dan aku adalah salah satu dari semesta alam ini.
Hasan Al-Bashri berkata: “Iman itu bukanlah dengan berangan-angan dan berhias akan tetapi dia adalah sesuatu yang kokoh dalam hati dan dibuktikan oleh amalan.”
Sumber:
Ambillah Aqidahmu dari Al-Qur’an dan Sunnah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Al-Husna, 2009
Ambillah Aqidahmu dari Al-Qur’an dan Sunnah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Al-Husna, 2009
Rahasia Hidup Bahagia Bersama Al-Qur’an
Al-Quran adalah kalamullah, firman-firman Allah yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui ruhul amin, malaikat Jibril yang mulia ‘alaihissalam. Di dalam Al-Qur’an tersimpan resep hidup bahagia. Di Al-Quran terdapat obat lahir dan obat batin kita. Yaitu dengan membacanya, menghafalnya, mengamalkannya, dan mengajarkannya.
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu senilai dengan sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan ALIF LAM MIM itu satu huruf, akan tetapi ALIF satu huruf, LAM satu huruf, dan MIM satu huruf.” (HR. At-Tirmizi no. 2910 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Takhrij Ath-Thahawiah no. 158)
Dari ‘Aisyah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ
“Orang yang mahir membaca Al-Qur`an, maka kedudukannya di akhirat bersama para malaikat yang mulia lagi baik. Sementara orang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan dia sulit dalam membacanya, maka dia mendapatkan dua pahala.” (HR. Muslim no. 798)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar